SURABAYA, Nusantaraabadinews.com – Sidang perkara penipuan dan penggelapan dengan nilai fantastis kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Seorang perempuan bernama Arfita, yang menjabat sebagai Direktur sekaligus bagian keuangan CV. Sentosa Abadi Steel, didakwa menipu atasannya sendiri hingga menyebabkan kerugian Rp6,3 miliar.
Dalam sidang yang berlangsung Selasa (14/10/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho mengungkapkan bahwa praktik penipuan tersebut berjalan rapi selama enam tahun, sejak 2018 hingga Desember 2024. Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim Irawati SH.

Menurut jaksa, Arfita menipu Alfian Lexi, yang merupakan Direktur Utama perusahaan tempatnya bekerja. Ia memanfaatkan kepercayaan korban dengan mengaku memiliki indera keenam dan bisa berkomunikasi dengan sejumlah dewa.
“Dengan rangkaian kebohongan, terdakwa meyakinkan saksi bahwa dirinya adalah perantara dewa dan bisa menyalurkan doa serta derma agar saksi mendapat kelancaran usaha dan kesehatan,” ujar JPU Hajita saat membacakan surat dakwaan.
Dalam aksinya, Arfita menggunakan empat ponsel yang diklaim sebagai alat komunikasi dengan para “dewa”. Nama-nama yang ia sebutkan antara lain Dewa Ko Iwan (kehidupan), Dewa Ko Jo (jodoh), Dewa Ko Bram (kekayaan), dan Dewa Ko Billy (pengetahuan).
Melalui ponsel tersebut, Arfita mengirim pesan WhatsApp kepada Alfian, seolah-olah pesan itu berasal dari para dewa yang meminta “derma” untuk panti asuhan, rumah sakit, dan hewan kurban.
Karena percaya penuh, Alfian pun secara rutin mengirimkan uang dengan alasan “sedekah” atau “derma”. Awalnya hanya 10 persen dari pendapatan perusahaan, namun sejak 2021 meningkat menjadi 25 persen.
Transfer dilakukan ke berbagai rekening pribadi milik Arfita di bank BCA dan BNI. Berdasarkan hasil penelusuran, total uang yang ditransfer mencapai Rp6.318.656.908.
Namun, dana yang seharusnya disalurkan untuk amal justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Sebagian besar uang hasil transfer digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian perhiasan, pembayaran cicilan mobil, hiburan, serta kebutuhan harian,” terang Jaksa Hajita.
Dalam catatan rekening, pada periode 2022–2024, miliaran rupiah masuk dan hampir seluruhnya ditarik tunai atau dipindahkan ke rekening pribadi lain. Hanya sebagian kecil yang benar-benar disumbangkan, antara lain Rp500 ribu ke Panti Asuhan Bhakti Luhur (Sidoarjo), Rp1 juta dalam bentuk barang ke Panti Asuhan Sumber Kasih (Surabaya), dan Rp500 ribu ke Perhimpunan Ora Et Labora (2025).
Bahkan untuk meyakinkan korban, Arfita sempat meminta pengurus panti menandatangani surat ucapan terima kasih palsu, seolah-olah telah menerima sumbangan rutin selama bertahun-tahun.
Pada Januari 2025, Alfian akhirnya sadar telah ditipu setelah berbagi cerita kepada rekannya, Benny, di Bali.
“Temannya menjelaskan bahwa tidak mungkin dewa berkomunikasi lewat pesan WhatsApp dan jika benar ada donasi, seharusnya ada tanda terima resmi,” ungkap JPU Hajita di persidangan.
Setelah itu, Alfian bersama keluarga dan rekan bisnis mendatangi rumah terdakwa di Surabaya untuk meminta klarifikasi. Namun, Arfita gagal menunjukkan bukti penggunaan dana sesuai pernyataannya selama ini.
Atas perbuatannya, JPU menilai terdakwa telah melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
“Perbuatan terdakwa dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan,” tegas JPU Hajita Cahyo Nugroho.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut pada sidang berikutnya.(**)