Menteri Wihaji Tegaskan GENTING Bukan Program APBN, tapi Gerakan Gotong Royong Rakyat Indonesia

  • Whatsapp
Compress 20251015 194039 9139
Menteri Wihaji menyampaikan sambutan dalam Talkshow Solidaritas GENTING “Tumbuh Tanpa Batas” di Menara Kompas, Jakarta, bersama Tribun Network dan mitra pentahelix nasional.

JAKARTA, Nusantaraabadinews.com – Dalam upaya memperkuat kolaborasi pentahelix sekaligus memperluas diseminasi informasi tentang pencegahan stunting, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Tribun Network menggelar Talkshow Solidaritas GENTING “Tumbuh Tanpa Batas” di Studio 1 Menara Kompas, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Kegiatan ini menghadirkan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd., sebagai keynote speaker, didampingi Wakil Menteri Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, CEO Tribun Network Dahlan Dahi, serta mitra pentahelix dari unsur pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial, dan masyarakat sipil. Sejumlah lembaga besar turut berpartisipasi, antara lain Bank Mandiri, BNI, BSI Maslahat, Baznas, Indofood, Yayasan Kita Bisa, Rumah Zakat, LazisMu, dan Rotary Club Distrik 3410.

Bacaan Lainnya
Compress 20251015 194039 9139
Menteri Wihaji menyampaikan sambutan dalam Talkshow Solidaritas GENTING “Tumbuh Tanpa Batas” di Menara Kompas, Jakarta, bersama Tribun Network dan mitra pentahelix nasional.

Dalam sambutannya, Menteri Wihaji menegaskan bahwa Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) bukanlah program berbasis APBN, melainkan murni gerakan sosial nasional yang dibangun atas dasar kepedulian bersama.

“Program GENTING ini tidak menggunakan dana APBN. Kami membangun gerakan ini dengan semangat gotong royong dan kepedulian mitra pentahelix. Bantuan dari BUMN, BUMD, dan lembaga sosial langsung disalurkan ke penerima manfaat tanpa perantara kementerian,” tegas Wihaji.

Program GENTING diinisiasi BKKBN pada 5 Desember 2024 di Karawang. Tujuannya mempercepat penurunan stunting melalui dukungan nyata bagi keluarga berisiko stunting (KRS), dengan fokus pada pemenuhan gizi, sanitasi, air bersih, dan edukasi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Menurut Wihaji, pendekatan tanpa APBN memungkinkan percepatan bantuan di lapangan karena tidak terhambat birokrasi administratif. Hingga Oktober 2025, tercatat 271 ribu orang tua asuh telah tergabung dalam gerakan ini, membantu lebih dari 1,1 juta anak dengan 185 ribu intervensi gizi dan edukasi keluarga.

“Kalau dikapitalisasi, bantuan yang telah tersalurkan mencapai Rp 291 miliar. Ini bentuk nyata solidaritas bangsa,” tambahnya.

Dalam pemaparannya, Wihaji menyebut, ide GENTING terinspirasi oleh dua hal penting: Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) di era 1990-an, dan tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia yang tertinggi di dunia berdasarkan World Giving Index.

“Indonesia dikenal sebagai bangsa paling dermawan. Sebanyak 66 persen masyarakatnya suka membantu orang yang tidak dikenal. Ini menunjukkan bahwa gerakan kebaikan seperti GENTING akan selalu menemukan jalan,” ujarnya.

Berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting nasional masih berada di angka 19,8 persen. “Artinya, dari 10 balita, dua di antaranya mengalami stunting. Itu berarti dua anak kehilangan kesempatan untuk tumbuh sehat dan cerdas,” jelas Wihaji.

Ia menegaskan bahwa stunting bukan hanya soal gizi, melainkan juga disebabkan oleh kurangnya akses air bersih, sanitasi yang buruk, dan rendahnya edukasi pernikahan dini.
“Kalau gagal di seribu hari pertama kehidupan, hanya 20 persen anak stunting yang bisa disembuhkan. Artinya kita kehilangan 80 persen potensi generasi masa depan,” tegasnya.

Menutup sambutannya, Wihaji menyerukan komitmen nasional menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2029.
“Saya yakin, dengan kolaborasi, optimisme, dan keyakinan, Indonesia akan baik-baik saja,” pungkasnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM, yang mengikuti kegiatan secara daring, menyampaikan apresiasi terhadap dukungan media, khususnya Tribun Network, dalam mengedukasi masyarakat terkait pencegahan stunting.

“Kita berharap angka stunting di Jawa Timur terus menurun dengan peran aktif media, untuk menyuarakan dan memberi edukasi kepada masyarakat,” ujarnya.

Maria menjelaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir, angka stunting di Jawa Timur turun signifikan, dari 17,7 persen (SKI 2023) menjadi 14,7 persen (SSGI 2024) — atau penurunan sekitar 3 poin.

Menurutnya, keberhasilan Jawa Timur ditopang oleh tiga faktor utama: kolaborasi lintas program pembangunan, partisipasi masyarakat, serta dukungan insan media.

“Tantangan terbesar di Jawa Timur ada pada empat kluster penyebab stunting, yaitu pola asuh, kemiskinan, faktor bawaan, dan sanitasi/lingkungan. Dari keempatnya, yang paling dominan adalah pola asuh,” jelasnya.

BKKBN Jatim kini memperkuat Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader PKK, dan kader KB.
Saat ini terdapat sedikitnya 93 ribu TPK aktif yang memberikan pendampingan bagi keluarga berisiko stunting, terutama calon ibu dan bayi dalam seribu hari pertama kehidupan.

“Di perkotaan, pola pengasuhan sering diserahkan kepada pengasuh atau asisten rumah tangga yang belum memahami pola asuh anak. Karena itu, kami dorong agar mereka juga mendapat edukasi pengasuhan yang benar,” pungkas Maria.(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *