SURABAYA, -Setelah melalui proses mediasi dan menunggu itikad baik dari lawannya sekitar empat (4) bulanan, Khoirul Rojikin (principal) pemilik lahan yang dijadikan SHM oleh Titik Handayani akhirnya melaporkan ke Polda Jatim melalui kuasa Hukumnya Hayomi Gunawan SH.MH dari Law Office Hayomi Gunawan. SH,MH & Partner yang bermarkas di Surabaya.
Dalam pelaporannya Hayomi Gunawan S.H.,M.H. memasukkan dugaan pemalsuan dokumen negara pada pasal 263 KUHP, dimana duduk perkaranya adalah dugaan pemalsuan dokumen negara atas terbitnya Sertifikat program nasional PTSL (Pendaftran Tanah Sistematis Lengkap) atas nama Titik Handayani warga Dusun Prijek, Desa Taman Prijek, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, dan sampai berita ini diturunkan masih terus memanas hingga dilaporkan ke Polda Jatim, Sabtu pagi (15/2/25).
Dikutip dari Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi No. : LP/B/240/II/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, menyebutkan Pelapor atas nama Khoirul Rozikin warga Prijek Lor, Kelurahan Taman Prijek, Kecamatan. Laren, melaporkan Titik Wahyu Hanyani dan kawan-kawan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat dokumen negara Jo melakukan kejahatan sebagaimana dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.
Ditemui setelah melakukan pelaporan, Khoirul Rojikin didampingi Hayomi Gunawan SH.MH sebagai pengacaranya mengatakan “Kesabaran saya sebagai manusia ada batasnya, semula kuasa hukum saya minta untuk diselesaikan kekeluargaan tapi sampai sekarang permintaan saya tidak dihiraukannya, dalam beberapa kesempatan keluarga saya yang berada di dusun Prijeg sudah melakukan komunikasi serta konfirmasi, tapi hasilnya nihil dan tidak bisa menemukan jalan keluar, karena dari pihak Titik W Handayani kekeh masih menganggap dirinya benar” lengkap Khoirul Rojikin
Pelapor Khoirul Rozikin yang didampingi tim Kuasa Hukumnya Hayomi Gunawan,SH ,MH. adalah pemilik tiga bidang lahan yang terungkap di daftarkan oleh Titik W Handayani ke BPN Lamongan lewat PTSL di bulan Desember 2023, hingga terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) pada 24 Januari 2024.
Dijelaskan oleh Hayomi Gunawan bahwa sejak empat bulan yang lalu langkah upaya-upaya penyelesaian secara kekeluargaan macet, mulai jalan mediasi hingga dilakukan tiga kali somasi kepada Titik W Handayani (TWH) CS.
“Sejak awal Kami bertemu di Balai Desa Tamanprijeg saat itu sudah mengungkapkan dan berusaha menawarkan penyelesaian secara kekeluargaan supaya terlapor membatalkan SHM nya dengan cara mengembalikan ke Kantor Pertanahan/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamongan untuk dilakukan perubahan atas nama ke kliennya bernama Khoirul Rozikin sebagai pemilik sahnya. Namun oleh pihak terlapor Titik W Handayani (TWH) Cs hingga saat ini tidak mengindahkan permintaan itu,” jelas Hayomi Gunawan.
“Titik W Handayani ini kami duga tidak melakukan perbuatan melawan hukum ini sendirian, karena kami temukan tiga (3) Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (sporadik) yang diterbitan tahun 2024, digunakan untuk memproses penerbitan sejumlah SHM itu, terungkap diduga melakukan pemalsuan dokumen negara di kantor desa, untuk didaftarkan ke BPN lewat PTSL,” tambahnya.
“Dugaan pemalsuan dokumen itu juga kami temukan adanya peran serta aktif perangkat desa Taman Prijek dan Dusun Prijek, serta sejumlah Tim PTSL-nya untuk meloloskan ke BPN Lamongan. Atas perbuatan konspirasi TWH Cs itu, klien kami mengalami kerugian sebesar Rp. 700 juta,” ungkapnya.
Sampai saat ini tiga bidang tanah berupa tanah bidang Keramanan, tanah bidang Atusan dan tanah bidang Tegal dengan total kurang lebih seluas sekitar 7.000 meter persegi secara sah dibeli oleh Khoirul Rozikin dari Pamuji pada tahun 2006 dengan saksi saksi yang masih hidup sampai sekarang serta didukung pengakuan dari warga Dusun Tamanprijeg yangmengetahui hal tersebut. Hingga saat ini tiga bidang lahan itu dikuasai dan digarap oleh kakak – kakak Khoirul Rozikin, untuk dikelola ditanami berbagai hasil pertanian.
“Disaat transaksi tahun 2006 klien kami Khoirul Rojikin membeli 3 bidang tanah dari Pamuji, dari pembelian tersebut yang diwakili oleh Suhari dan Matolan saudara khoirul Rojikin menerima Akta Jual Beli (AJB) milik Pamuji, selain Suhari dan Matolan pertemuan jual beli yang berada di rumah Pamuji dan dihadiri oleh Pemuji sendiri, saat itu juga hadir menyaksikan istri Pamuji Sunanik”. Jelas Hayomi
“Sejak dibeli pada tahun 2006 hingga tahun 2022, klien kami yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)-nya. Kami juga punya kesaksian mantan Kasun dan perangkat desa atas transaksi jual beli yang dilakukan klien kami saat itu,” tambahnya.
Namun saat munculnya program sertifikat gratis nasional melalui PTSL di tahun 2023 lalu mulai terendus ketidak beresan, kalau Titik W Handayani diam – diam juga mendaftarkan tiga bidang lahan itu bersamaan Khoirul Rozikin mendaftarkannya dan Titik W Handayani hanya berdasarkan SPPT PBB bisa lolos, dimana nama ayah dari Titik W Handayani (Mudjiono,alm) tercatat sebagai nama di SPPT PBB tersebut, sedangkan Khoirul Rojikin ditolak oleh pihak pengurus Kampung, seperti kita ketahui bahwa SPPT PBB bukanlah alas Hak kepemilikan dan munculah dugaan perbuatan persepakatan jahat atau kongkalikong sadari Titik W Handayani dan perangkat Dusun.
Dugaan ketidakberesan tersebut baru terungkap, ketika SHM bidang lahan diterbitkan atas nama Titik W Handayani di tahun 2024 kemarin, dan pengajuan Khoirul Rozikin yang diurus oleh keluarganya dinyatakan gagal diproses sertifikat.
Usut punya usut yang dilakukan Hayomi Kuasa Hukum Khoirul Rozikin, proses SHM lewat PTSL yang dilakukan oleh Titik W Handayani juga melibatkan sejumlah perangkat desa diantaranya Kades, Sekdes, Kasun, dan beberapa panitia PTSL.
Bahkan dalam upaya mediasi yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober 2024 kemarin dengan dihadiri perangkat desa, Kasun, panitia PTSL dan para pihak yang bersengketa beserta para saksinya di kantor Desa Prijek, sempat diakuinya terjadi kekeliruan dalam proses PTSL atas nama Titik W Handayani, dan secara kekeluargaan oleh desa TWH diminta untuk mengembalikan sertifikatnya yang sudah jadi ke BPN. Namun saat itu pula Titik W Handayani mengatakan minta waktu untuk pikir – pikir (tanya langsung wartawan ke Titik W Handayani setelah acara selesai mediasi di Balai Desa Tamanprijeg waktu itu.
Akhirnya terungkapnya pula dalam proses PTSL tersbut sarat mengandung ketidak beresan, misal setiap warga yang mendaftarkan Sertifikat PTSL dikenakan biaya sebesar Rp 700 ribu, yang semula sempat ditetapkan besarannya Rp 1.3 juta namun diprotes oleh warganya.