Kejaksaan Blitar Periksa Kasus Dugaan Pungli PPDB SMPN 2 Kademangan, HIMC: Melanggar Permendikbud

  • Whatsapp
Compress 20251010 204221 1694
Dok Foto,Sri Wahyuni Bersama LBH CAKRA TIRTA MUSTIKA Saat dimintai keterangan di kejaksaan negeri Blitar 9 Oktober 2025.

KABUPATEN BLITAR, Nusantaraabadinews.com – Setelah sempat tersendat hampir satu tahun, laporan resmi dari Himpunan Insan Muda Cendekia (HIMC) terkait dugaan pungutan liar (pungli) di SMP Negeri 2 Kademangan, Kabupaten Blitar, akhirnya membuahkan hasil. Kasus yang semula dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Blitar pada September 2024 itu kini resmi masuk tahap pemeriksaan saksi korban.

Dalam laporan yang diterima Kejaksaan Negeri Blitar, HIMC menyoroti dugaan pungutan yang dilakukan pihak sekolah pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Berdasarkan temuan mereka, setiap siswa baru diwajibkan membayar sejumlah biaya di luar ketentuan resmi sekolah.

Bacaan Lainnya
Compress 20251010 204221 1694
Dok Foto,Sri Wahyuni Bersama LBH CAKRA TIRTA MUSTIKA Saat dimintai keterangan di kejaksaan negeri Blitar 9 Oktober 2025.

Rinciannya antara lain pembayaran “Jariyah Kelas VII” sebesar Rp525.000, pembelian kain seragam Rp505.000, serta atribut sekolah Rp325.000. Total keseluruhan pungutan yang dibebankan kepada wali murid mencapai Rp1.355.000 per siswa.

Kordinator HIMC Kabupaten Blitar, Hanif, menegaskan bahwa pungutan tersebut jelas berindikasi pungli.

Compress 20251010 204222 2057
Dok Foto,Bukti Pemanggilan Korban Untuk Dimintai Keterangan Penyidik.

“Jika mengacu pada Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan, sekolah negeri dilarang memungut biaya satuan pendidikan dalam bentuk apa pun,” ujar Hanif, Selasa (8/10/2025).

Ia menambahkan, aturan lain juga memperkuat larangan tersebut. Dalam Pasal 181 huruf d PP No. 17 Tahun 2010, disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Salah satu wali murid, Sri, mengaku ikut membayar pungutan tersebut agar anaknya bisa bersekolah di SMPN 2 Kademangan. Ia menyebut, kewajiban pembayaran tersebut membuat banyak orang tua merasa terbebani, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

“Saya cuma tukang sapu di makam, penghasilan saya setahun cuma Rp300 ribu. Tapi mau bagaimana lagi, kami tetap harus bayar,” ungkap Sri.

Ia bahkan menyoroti besarnya total pungutan yang diterima sekolah.

“Coba bayangkan, Rp525.000 dikalikan 32 siswa per kelas dan 10 kelas, itu sudah sekitar Rp168 juta. Itu baru dari uang jariyah, dan itu wajib,” tegasnya.

Setelah setahun laporan tersebut masuk, pada 8 Oktober 2025, Kejaksaan Negeri Blitar mulai memanggil para wali murid sebagai saksi untuk dimintai keterangan.

Sumber internal kejaksaan yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa sebelumnya penyidik telah memanggil tiga pejabat dari Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, masing-masing dari bidang Sarana dan Prasarana (Sarpras), Dikmen, serta Kepala Dinas Pendidikan.

Dari pihak korban, LBH Cakra Tirta Mustika Blitar yang menjadi kuasa hukum menegaskan bahwa penyelenggaraan PPDB harus berjalan secara objektif, transparan, dan akuntabel, tanpa adanya pungutan dalam bentuk apa pun.

Kuasa hukum juga menjelaskan, praktik pungli seperti itu bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12E, dengan ancaman hukuman minimal empat tahun hingga maksimal dua puluh tahun penjara.

Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 368 KUHP dengan ancaman sembilan bulan penjara, dan bagi pelaku yang berstatus PNS bisa dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.

“Kami berharap penegak hukum serius menindaklanjuti kasus ini agar menjadi pelajaran bagi sekolah negeri lain di Kabupaten Blitar,” tegas kuasa hukum.(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *