SURABAYA, Nusantaraabadinews – Sugeng Handoyo dan istrinya, Siti Mualiyah, yang telah menempati rumah mereka sejak lama, kini harus menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas tuduhan memasuki rumah tanpa izin. Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa digelar pada Senin (10/03/2025).
Di hadapan majelis hakim, Sugeng mengungkapkan bahwa dirinya telah tinggal di rumah tersebut sejak lahir dan tidak mengetahui status kepemilikan tanah yang kini dipermasalahkan.

“Saya tinggal di sana sejak lahir, saya tidak tahu masalah tanah itu. Itu sudah ada sejak zaman kakek dan nenek saya,” ungkap Sugeng dalam persidangan.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengetahui adanya sertifikat tanah atas lokasi tersebut.
“Saya tidak tahu soal sertifikat itu. Sejak lahir hingga sekarang, saya masih menempatinya,” lanjutnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh istrinya, Siti Mualiyah. Ia mengaku tinggal di rumah itu sejak menikah dengan Sugeng pada tahun 1991.
“Saya tinggal di rumah itu sejak menikah, sudah memiliki tujuh anak dan cucu di sana,” tutur Siti.
Ketika majelis hakim menanyakan apakah Sugeng mengenal seseorang bernama Victor, ia mengaku baru mengetahui nama itu saat dipanggil oleh camat terkait dugaan penyerobotan tanah.
“Tahun 2004, saya dipanggil Pak Camat katanya soal penyerobotan tanah. Nama Victor saya tidak kenal, baru tahu saat di kantor camat. Rumah itu sejak dulu dibangun oleh Mbah saya,” tegas Sugeng.
Kuasa hukum terdakwa, Dwi Heri Mustika, S.H., M.H., menegaskan bahwa kliennya benar-benar tidak mengetahui persoalan ini. Ia juga mempertanyakan peningkatan status tanah yang diajukan oleh pelapor tanpa adanya pemberitahuan kepada Sugeng dan keluarganya.
“Klien kami tidak tahu sejarah tanah ini dari kakek dan neneknya. Hingga saat ini, tidak pernah ada konfirmasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surabaya mengenai status tanah tersebut,” ujar Dwi Heri, yang merupakan mantan jurnalis Surabaya.
Muhammad Affan, S.H., kuasa hukum lainnya, turut menyoal keabsahan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki oleh pelapor.
“Kami akan menelusuri lebih dalam soal SHGB ini. Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kami melihat ada dugaan ketidaksesuaian hukum,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data, pendaftaran tanah dimulai pada tahun 1994. Namun, peningkatan status ke Sertifikat Hak Milik (SHM) justru tidak terjadi, melainkan hanya SHGB. Kejanggalan lainnya adalah adanya hibah suami-istri yang dijadikan dasar pengajuan SHM.
“Hibah suami-istri itu tidak boleh terjadi karena harta tersebut sudah menjadi milik bersama. Anehnya, itu yang dijadikan dasar pengajuan SHM,” ungkapnya, menduga adanya rekayasa dalam proses pengajuan hak atas tanah tersebut.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Arisandi, S.H., M.H., menghadirkan tiga orang saksi, termasuk mantan RW 02 Donokerto dan dua ketua RT yang telah lama tinggal di wilayah tersebut.
Mariono, mantan ketua RW 02 Donokerto (2017-2022), mengungkapkan bahwa rumah tersebut telah ditempati oleh keluarga Sugeng sejak zaman kakeknya.
“Rumah itu sudah ditempati secara turun-temurun oleh keluarga Sugeng, bahkan sebelum saya lahir,” ujar Mariono.
Ia juga menegaskan bahwa seluruh warga sekitar mengetahui bahwa rumah tersebut merupakan peninggalan kakek Sugeng.
“Semua orang kampung tahu sejarah rumah itu. Anehnya, tahun 2005, Pak Sugeng malah dituduh menyerobot tanah,” ujarnya.
Mariono juga mengungkap bahwa pada tahun 2017, seorang bernama Victor Sidharta tiba-tiba mengklaim memiliki rumah di Jalan Donokerto XI/70 RT 05 RW 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya.
“Victor datang ke kantor kelurahan mengaku punya rumah di Donokerto No. 70. Tapi saat diminta surat-surat kepemilikan, dia tidak bisa menunjukkannya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa Victor kemudian melapor ke Polsek Simokerto dan kasus ini terus bergulir hingga tahun 2021. Bahkan, ada dua orang yang mengaku dari Polrestabes datang untuk membahas masalah ini atas suruhan Victor.
Deni, Ketua RT setempat, juga memberikan keterangan serupa.
“Semua warga tahu, Pak Sugeng sudah tinggal di sana sejak zaman kakeknya,” katanya.
Sementara itu, Rudi, mantan Ketua RT lainnya, turut memberikan kesaksian yang mendukung Sugeng.
“Kasihan Pak Sugeng, dia tinggal di sana sejak zaman kakeknya. Kenapa baru sekarang dipermasalahkan?” pungkasnya.
Diketahui, Sugeng Handoyo dan istrinya, Siti Mualiyah, dijerat dengan Pasal 167 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dugaan memasuki rumah tanpa izin.
Kasus ini masih berlanjut di PN Surabaya, dengan berbagai kejanggalan yang kini tengah disoroti oleh kuasa hukum terdakwa.(**)