PT Lamongan Marine Industry Gugat PT Dok Pantai Lamongan atas Dugaan Arogansi dan Teror Psikis

  • Whatsapp
Img 20250408 Wa0042
Kuasa Hukum PT Lamongan Marine Industry bersama Direktur LMI menggelar konferensi pers terkait gugatan hukum terhadap PT Dok Pantai Lamongan di Surabaya.

SURABAYA, Nusantaraabadinews – Langkah tegas diambil oleh PT Lamongan Marine Industry (LMI) usai merasa dirugikan atas tindakan sewenang-wenang yang diduga dilakukan oleh PT Dok Pantai Lamongan (DPL). Melalui kuasa hukumnya, Rio Dedy Heryawan, S.H., M.H., bersama Tomuan Sugianto Hutagaol, S.H., LMI resmi mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Lamongan.

Gugatan tersebut didaftarkan pada Rabu, 25 Maret 2025, dengan Register Perkara Nomor: 10/Pdt.G/2025/PN Lamongan. Dalam berkas gugatan, pihak LMI menyebutkan sejumlah tindakan PT Dok Pantai Lamongan seperti pengukuran objek sengketa tanpa izin, intimidasi, hingga penempatan tenaga kerja di lokasi yang menjadi pokok sengketa, yang berimbas pada tekanan psikis dan perasaan tidak aman di kalangan karyawan LMI.

“Kami gugat sikap arogansi PT Dok Pantai Lamongan sebesar Rp200 Miliar,” tegas Rio Dedy Heryawan kepada media ini, Senin (07/04/2025).

Img 20250408 Wa0042
Kuasa Hukum PT Lamongan Marine Industry bersama Direktur LMI menggelar konferensi pers terkait gugatan hukum terhadap PT Dok Pantai Lamongan di Surabaya.

Rio menegaskan, tindakan DPL tidak hanya menyimpang secara etika, tetapi juga melanggar ketentuan hukum. Ia merujuk pada Pasal 200 ayat (11) HIR dan Pasal 218 ayat (2) RBg yang menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi pengosongan harus berdasarkan penetapan resmi dari Pengadilan Negeri.

“Di republik ini dijamin, bahwa hukum berlaku sama untuk setiap orang. Jadi, taat hukum dan menghormati proses hukum wajib dilakukan oleh siapapun. Kalau ada yang merasa dirinya hebat ataupun bisa bertindak sewenang-wenang supaya berkaca dan mawas diri,” tegasnya lagi.

Dalam petitum gugatannya, LMI meminta agar DPL tidak melakukan tindakan penguasaan ataupun pengukuran ulang terhadap objek sebelum ada keputusan inkrah dari pengadilan. Selain itu, LMI juga menuntut ganti rugi immateriil senilai Rp200 Miliar serta kerugian materiil sebesar Rp1 Miliar untuk biaya hukum.

Tuntutan Hukum Lain yang Diajukan:

Permintaan pengadilan agar menyatakan DPL telah melakukan PMH.

Tuntutan sita jaminan atas aset milik DPL sebagai bentuk jaminan putusan.

Pengenaan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp50 juta per bulan apabila tergugat tidak mematuhi keputusan pengadilan.

Sementara itu, Direktur PT Lamongan Marine Industry, Wahyudin Nahafi atau akrab disapa Pak Niko, memberikan tanggapannya terkait konflik ini. Ia menyatakan bahwa meskipun PT Dok Pantai Lamongan memenangkan lelang atas tanah tersebut, namun berbagai aset yang ada di atas lahan bukan bagian dari objek lelang.

“Janganlah mengaku-ngaku memiliki keseluruhan yang ada di PT Lamongan Marine Industry yang bukan miliknya… barang yang ada di tanah itu bukan milik PT Dok Pantai Lamongan, milik kita. Itukan harus ada kompensasi,” jelas Pak Niko.

Ia menegaskan, keberadaan bangunan permanen, gudang, dan mesin-mesin industri adalah milik sah LMI. Karenanya, segala tindakan sepihak seperti memasukkan personel keamanan tanpa koordinasi dianggap bentuk intimidasi.

“Tanah kita juga banyak disitu, didalam lingkungan yang mereka miliki. Cuma kan gak semena-mena itu harus milik dia… sesuai dengan Sertifikat yang mereka miliki, yang mereka menangkan di lelang, itulah Hak dia. Bukan keseluruhan semau-mau dia,” pungkasnya.

Gugatan yang kini bergulir di PN Lamongan ini menjadi sorotan karena nilai tuntutan yang fantastis, serta potensi dampaknya terhadap iklim investasi dan kepatuhan hukum korporasi di Indonesia. Sengketa ini tidak hanya menyangkut kepemilikan fisik, namun juga menyangkut marwah hukum dan etika berusaha di negeri ini.(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *