SURABAYA, Nusantaraabadinews – Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (KOPIPA) menggelar aksi simbolik di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jalan Arjuno, dengan menggotong dua replika ikan raksasa berukuran dua meter. Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Gubernur Jawa Timur, Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri Pekerjaan Umum telah melakukan perbuatan melawan hukum karena abai terhadap pencemaran di Sungai Brantas yang menyebabkan kematian massal ikan.
Thara Bening Sandrina, aktivis KOPIPA, menegaskan bahwa saat ini 25% spesies ikan air tawar terancam punah akibat kerusakan ekosistem sungai. “Pembiaran pencemaran industri dan limbah domestik yang dibuang tanpa diolah mempercepat kepunahan ikan di perairan tawar,” ujar Thara, lulusan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Airlangga.
Pada 3 Februari 2025, tim kuasa hukum dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengajukan kontra Peninjauan Kembali (PK) ke Panitera PN Surabaya. Langkah ini dilakukan setelah para tergugat dalam kasus ikan mati di Sungai Brantas mengajukan PK untuk menggugurkan putusan sebelumnya.
Rulli Mustika, kuasa hukum Ecoton dari RUMUS Law Firm, menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan oleh organisasi lingkungan hidup dan telah diputus sejak 2019. Namun, para tergugat—yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Gubernur Jawa Timur—menolak putusan tersebut dan mengajukan PK sebagai upaya hukum lanjutan.
Putusan pengadilan tingkat pertama telah menyatakan bahwa para tergugat lalai dalam menjalankan kewajibannya dalam pengelolaan Sungai Brantas, yang menyebabkan peristiwa kematian ikan terjadi setiap tahun. Menurut Ecoton, langkah PK yang diajukan tergugat hanya bertujuan untuk menunda pelaksanaan kewajiban yang telah diputuskan pengadilan.
Direktur Eksekutif Ecoton, Dr. Daru Sertyorini, M.Si, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menerima putusan pengadilan dan segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kualitas air Sungai Brantas. “Gugatan ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi pemulihan ekosistem Sungai Brantas yang semakin tercemar,” tegasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena Sungai Brantas merupakan salah satu sumber air utama di Jawa Timur, yang tidak hanya menopang kehidupan ikan tetapi juga menjadi sumber air bagi jutaan warga. Keputusan pengadilan diharapkan menjadi titik balik bagi perbaikan kebijakan lingkungan dan pengelolaan sungai di Indonesia.(**)