SURABAYA, Nusantaraabadinews.com— Tindakan tegas diambil oleh Ir. Andidarti, SH, MH selaku kuasa hukum dari Bapak Muhammad Ali, atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seseorang berinisial J.H., seorang karyawan dari PT Conbloc Indonesia Persada. Dugaan pelanggaran hukum ini dilaporkan kepada pihak berwenang dengan membawa bukti kuat berupa tangkapan layar dan rekaman suara.
“Kami tidak menempuh jalur hukum untuk membalas, tetapi sebagai bentuk perlindungan hukum atas hak-hak klien kami. Karena setiap orang memiliki hak atas martabat dan nama baiknya,” ujar Andidarti dengan tegas.
Dugaan Pelecehan Melalui WhatsApp dan Telepon
Insiden ini bermula dari komunikasi pada tanggal 29 Januari 2025, di mana J.H. diduga mengirim pesan bernada kasar dan menyerang harkat martabat Bapak Muhammad Ali dan keluarganya melalui WhatsApp. Tak berhenti di situ, penghinaan juga dilanjutkan melalui panggilan telepon, yang dalam kondisi tertentu terdengar jelas oleh anggota keluarga lainnya.
“Saat itu Bapak Ali baru saja menjalani operasi patah. Telepon ditaruh di atas meja dan terdengar oleh semua yang ada di ruangan. Jadi perbuatan ini telah memenuhi unsur ‘di muka umum’,” ungkap Andidarti.
Penghinaan Juga Menyasar Anak dan Istri yang Telah Meninggal. Lebih memilukan lagi, ujaran kebencian dari J.H. tak hanya menyasar Bapak Ali, tetapi juga anaknya yang masih berusia 14 tahun, bahkan mendiang istrinya. Anak tersebut merasa tertekan mendengar ayahnya dimaki-maki dan bahkan ditantang untuk datang ke rumah J.H., sebuah tindakan yang dianggap sangat tidak pantas dan tidak berperikemanusiaan.
“Apakah pantas seorang berpengaruh meminta anak kecil dilibatkan dalam konflik pribadi antara dirinya dan orang tua anak tersebut?” tanya Andidarti retoris.
Ucapan menyakitkan lainnya ditujukan pada mendiang istri Ali. “Ia menyatakan bahwa istri klien kami lebih dulu meninggal karena beliau bukan orang yang sholeh. Ini bukan hanya penghinaan, tapi juga pelecehan terhadap seseorang yang sudah tiada,” tegas Andidarti.
Latar Belakang Konflik: Dugaan Rekayasa Medis dan Obstruksi Keadilan
Permasalahan yang mendasari laporan ini bermula dari kasus pidana di Jakarta, di mana adik kandung dari CH—kerabat J.H.—telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, proses penegakan hukum mengalami hambatan karena adanya surat keterangan kesehatan jiwa yang diduga direkayasa, didukung oleh J.H. dan seorang dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
“Ali telah berkomunikasi dengan pihak Polda Metro Jaya dan menyatakan bahwa tersangka tidak gila. Kalau pun perlu pemeriksaan, harus melalui second opinion dari rumah sakit yang ditunjuk,” tutur Andidarti.
Ia menegaskan, surat keterangan jiwa hanya sah secara hukum apabila dikeluarkan oleh institusi yang ditunjuk oleh pihak kepolisian, bukan berdasarkan klaim pribadi yang dibayar oleh tersangka sendiri. Hal ini dinilai mencurigakan dan menimbulkan pertanyaan besar dalam proses penegakan keadilan. Permohonan Penegakan Hukum yang Objektif dan Profesional
Andidarti menutup pernyataannya dengan harapan agar penyidik menangani perkara ini secara objektif dan profesional, serta menaruh perhatian serius terhadap dampak psikologis yang dialami kliennya dan keluarganya.
“Kami harap kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum yang sesuai dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia,” pungkasnya. (Abie)